OPEN RECRUITMENT BPPI FEB UNS 2017

Ayo ikut bersama Kami. Menjadi Mahasiswa Muslim yang Proaktif dan Inspiratif. BPPI 2017

RAMADHAN 1438 H

Ramadhan Awesome! Raih Ramadhan dengan Penuh Berkah, Mencari Taqwa. Ramadhan di Kampus.Coming Soon!!

One Step 2017

Jalan-Jalan, Penuh Pembelajaran, Home Stay, Games, Fun, Keakraban dan Islami. Coming Soon yak!

Ukhuwah Islamiyah

Karena ikatan ukhuwah begitu berharga.

Islam pasti akan menang!

Jangan bertanya,"Kapan Islam kembali berjaya?", karena cepat atau lambat Islam pasti menang. Tapi bertanyalah,"Apa peranmu dalam menyongsong kemenangannya?"

10 Mei 2014

Bisnis Berlabel Ustad

             
                  Akhir-akhir ini media massa gencar memberitakan seputar pengobatan alternatif yang menuai banyak masalah. Pengobatan alternatif yang disandang para ‘ustad’ ini banyak dipertanyakan karena menuntut pasiennya dengan gelontoran uang yang tidak sedikit. Isu ini pun berkembang sampai kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena menyangkut profesi ustad sebagai penyambung lidah Nabi dan Rasul.
                Apakah Nabi dan Rasul ketika menyampaikan risalahnya menuntut uang atau materi? Allah telah menjelaskan perihal ini dalam Surat Asy-Syu’ara’ (26) ayat 109, 127, 145, 164 yang menjelaskan bahwa nabi dan Rasul tidak meminta imbalan atas ajakan yang mereka lakukan.
“Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakanmu itu; imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam.”(Q.S 26: 164)
                Ustad adalah guru. Guru yang mengajarkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah dan qouliyah. Ayat kauniyah adalah tanda-tanda kebesaran Allah yang bisa dilihat disekeliling kehidupan manusia. Sedangkan ayat qouliyah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ustad memiliki tugas yang sangat mulia, yaitu membersihkan atau menyucikan hati dan jiwa.
                Allah juga menjelaskan diantara tanda-tanda ustad yang memiliki orientasi murni, yaitu:
“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S Yasiin: 21)

              Ayat ini sudah memberikan penjelasan kepada umat Islam bahwa ustad atau guru pada hakikatnya tidak diperbolehkan memberikan tarif atau balasan jasa/materi tertentu. Namun, ketika dalam beliau berdakwah dan tanpa meminta kemudian diberi materi/jasa, maka itu adalah rezeki dari Allah untuknya dan pantas untuk diterima dan bersyukur atasnya.

PENGAJAR MUDA DI TENGAH MODERNITAS ZAMAN



         
Tak terasa rutinitas ini telah  dijalani sepanjang waktu. Pengabdian ini tanpa terasa telah merasuk ke dalam relung jiwa hingga menghinggapi seluruh tubuh pejuang itu. Padatnya agenda bukan lagi  menjadi penghalang untuk menebar manfaat kepada sesama. Dikala pemuda saat ini dihadapkan pada modernitas zaman yang memukau mata, namun pejuang itu tetap dengan kekuatan tekad, mereka merelakan waktu luangnya untuk mengabdi sepenuhnya untuk masyarakat. Sebuah slogan yang mereka emban adalah “bersinergi, memuliakan hati” menjadi bagian tak terpisahkan dalam merangkai jejak menuju perbaikan generasi.

         Mereka seolah berlomba-lomba dalam kebaikan dan berlomba-lomba untuk mengikis habis pengaruh negatif dari modernisasi zaman yang tidak bisa ditawan. Mereka ingat bahwa Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu mengubah sendiri nasibnya. Maka langkah pengabdian mereka merupakan langkah awal dalam perbaikan umat menuju generasi muda yang Islami.
       Telah banyak hambatan dan rintangan yang telah mereka alami. Susah, senang, peluh, bahkan tangis telah menjadi satu dalam langkah perjuangan mereka. Namun itu semua ibarat bumbu yang menjadikan langkah perjuangan mereka semakin mantap dan tegak di atas rintangan.
       Mereka selalu mengingat bahwa semakin berat amalan yang mereka lakukan, maka akan semakin besar pula balasan kebaikan yang akan diberikan Allah kepadanya. Dan mereka berharap sumbangsih mereka sedikit banyak mampu mengubah peradaban menuju kemenangan. (Pengajar Muda BPPI 2014)

Pandangan Al-Quran terhadap Pendidikan Usia Dini

Dalam Al-Qur;an surat Luqman ayat  12-19 di jelaskan bahwa pentingnya pendidikan usia dini agar bisa membentuk karakter yang berintegritas, berintelektual, serta bertanggung jawab.
Pertama, Mananamkan nilai “tauhidullah” dengan benar, dengan menanamkan nilai tauhid atau nilai kebenaran dalam diri anak pada usia dini maka ini  akan menimbulkan rasa kebajikan, kebijaksanaan, serta menghormati sesama manusia. Dengan di terapannya sikap atau nilai “tauhidullah” kepada anak usia dini akan menciptakan manusia yang berintegritas bagi Indonesia.
Kedua, Mengajarkan “ta’at al waalidaen”, dengan menanamkan nilai “ta’at al waalidaen” kepada diri seorang anak maka pada diri sang anak  akan memunculkan sikap hormat kepada orang tuanya, kepada sang pencipta, sikap hormat kepada sesama manusia, serta memunculkan manifestasi kesyukuraan sang anak kepada sang pencipta atas segala kebutuhan yang telah di berikan kepadanya.
Ketiga, Mengajarkan “husnul mu’asyarah”, dengan menanamkan nilai “husnul mu’asyarah” kepada diri sang anak akan bisa memilih jalan yang benar dalam pergaulannya serta di bangun diatas dasar keyakinan akan hari kebangkitan pada hari esok, sehingga pergaulan tersebut memiliki akar akar kebenaran dan bukan kepalsuan.
Keempat, Menumbuhkan kepribadian yang memiliki “shilah bi Allah”  dengan menanamkan nilai “shilah bi Allah” maka dari diri sang anak akan memunnculkan sifat menjalankan kewajiban yang seharusnya di lakukan dan dapat bertanggungjawab atas segala aspek yang dikerjaakan.
Kelima, Menumbuhkan nilai dalam diri anak “kepedulian sosial” yang tinggi dan amr ma’ruf- nahi mungkar, dengan menanamkan nilai kepedulian sosial kepadda si anak maka dari diri si anak akan timbul rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar apabila terjadi sesuatu misalnya bencana banjir, tanah longsor, kebakaran dan lain-lain.
Keenam, Membentuk kejiwaan anak yang kokoh (sabar) dengan menanamkan sikap sabar kepada si anak maka si anak apabila mempunyai masalah pada masa sekarang sampai masa mendatang si anak dapat menghadapi masalah tersebut dan tidak lari dari persoalan yang dihadapinya.
Ketujuh, Menumbuhkan “sifat rendah hati” serta menjauhkan “sifat arogan”, dengan menamkan sifat ini maka si anak dapat memilliki rasa rendah hati terhadap sesama manusia jadi si anak akan menjauhkan sifat “kebathilan” dalam dirinnya.
Kedelapan, Mengajarkan “kesopanan” dalam sikap dan ucapannya dengan menanamkan nilai “kesopanan” kepada si anak maka akan memunculkan sikap segan dan menghormati orang yang lebih tua maupun yang lebih muda baik tingkah lakunya maupun tatacara berbicara. (KSR/Syr/14)