OPEN RECRUITMENT BPPI FEB UNS 2017

Ayo ikut bersama Kami. Menjadi Mahasiswa Muslim yang Proaktif dan Inspiratif. BPPI 2017

RAMADHAN 1438 H

Ramadhan Awesome! Raih Ramadhan dengan Penuh Berkah, Mencari Taqwa. Ramadhan di Kampus.Coming Soon!!

One Step 2017

Jalan-Jalan, Penuh Pembelajaran, Home Stay, Games, Fun, Keakraban dan Islami. Coming Soon yak!

Ukhuwah Islamiyah

Karena ikatan ukhuwah begitu berharga.

Islam pasti akan menang!

Jangan bertanya,"Kapan Islam kembali berjaya?", karena cepat atau lambat Islam pasti menang. Tapi bertanyalah,"Apa peranmu dalam menyongsong kemenangannya?"

1 Jul 2014

Edisi Ramadhan: Mau Berdakwah Kok Nunggu Sempurna?



Alhamdulillah masih diberikan banyak kenikmatan oleh Allah. Baiklah dalam edisi 3 Ramadhan kali ini, kita akan mengkaji tentang problematika seseorang yang ingin berdakwah. Adakalanya kita dibenturkan pada permasalahan sudah pantaskah kita berdakwah?? Kita mulai dengan melihat Q.S Ali-Imran ayat 104:

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."

Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini.

Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Shahih Muslim dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda : “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya. Dan jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.”


Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Amu Amr, dari jarullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Hudzhaifah ibnu Yaman, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda :


“Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, atau hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya), tetapi doa kalian tidak diperkenankan.”

Nah dari penjelasan singkat ini sudah jelas menggambarkan bahwa Allah mewajibkan kita sebagai hamba-Nya untuk berdakwah. Namun pertanyaan kemudian muncul adalah apakah boleh kita berdakwah sedangkan kita masih belum sempurna?? Baiklah kita akan melihat bahwa derajat kesempurnaan itu sangatlah susah dan sebagaimana kita mengetahui bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa.

Mungkin ada dua hal yang banyak dipermasalahkan terkait ketidaksempurnaan, yaitu ilmu dan sikap/sifat. Kita lihat hadits Rasulullah:

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Ketika kita menguasai bahkan hanya satu ayat maka sampaikanlah. Kita berdakwah sambil menuntut ilmu. Jadi alasan tidak memiliki ilmu hanyalah alasan yang dibuat-buat agar menghindar dari tugas berdakwah. 

Kedua adalah karena alasan sikap/sifat. Jika ditanya seperti ini, "Maukah engkau jadi pengisi kultum ramadhan atau mentor?" Ia menjawab, "Saya? Dengan masa lalu yang kelam dan penuh dengan tindakan kriminal anda menyuruh saya menjadi penceramah? Tidak. Carilah orang lain."  Jawaban ini menunjukkan bahwa dia ingin membenturkan dirinya pada masa lalunya yang negatif sehingga komitmen untuk berdakwah akhirnya luntur karena alasan yang dibuat-buat. Maka marilah kita melihat kisah sahabat Rasulullah, yaitu Umar bin Khattab. Betapa beliau dahulunya adalah penyembah berhala, penentang Islam, bahkan sudah mengambil pedang dan ingin membunuh Rasulullah, beliau tetap menempati posisi sahabat yang mulia. Dan bahkan beliau dipercaya menjadi pemimpin umat. 

Maka, marilah kita memulai diri untuk bisa menebar kebaikan, sehingga kita tergolong ke dalam hamba-Nya yang beruntung. Dan momentum bulan Ramadhan ini adalah saatnya kita belajar menjadi manusia yang bermanfaat kepada manusia yang lain dan menjadikan diri kita sebagai hamba yang senantiasa bersyukur. 

Edisi Ramadhan: Udah Imsak, Nggak Boleh Makan

 
 Bulan Ramadhan telah tiba, hiruk pikuk lantunan ayat suci dan dzikir mulai mewarnai kembali serambi-serambi masjid diseantero negeri. Bulan puasa penuh berkah menjadi momentum bagi umat muslim dunia untuk menguji nafsu yang sekian lama lalai untuk dijaga: nafsu makan berlebihan disaat yang lain kelaparan, nafsu mebelanjakan harta untuk sesuatu yang kurang bermanfaat sedang saudara kita yang lain sedang dalam kesulitan harta dan masih banyak lagi. Nah lo.
Bicara tentang puasa, Apa sih puasa itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, puasa didefinisikan sebagai salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Lazimnya seorang muslim muslim mulai menahan haus dan laparnya ketika Adzan Subuh sudah berkumandang. Namun dibeberapa kalangan masyarakat, ada yang secara tegas memperkenalkan  istilah “imsak” sebagai waktu untuk mulai berpuasa. Bener gak ya? Terus kalau sudah imsak baru bangun gimana? 
Allah berfirman: "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187). Ibnu Katsir menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan penegasan waktu “fajar” sebagai batas akhir bagi seorang muslim untuk memulai puasanya. Hal ini sejalan dengan hadits riwayat Adi bin Hatim RA: Ketika turun firman Allah diatas, maka Adi bin Hatim berkata kepada Rasulullah Saw: Wahai Rasulullah, sungguh saya meletakkan benang berwarna putih dan benang berwarna hitam di bawah bantalku, sehingga aku dapat mengenali antara waktu malam dan waktu siang hari. Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya bantalmu itu sangat lebar. Sesungguhnya yang dimaksud adalah hitamnya (gelapnya) malam dan putihnya (terangnya) siang pada saat fajar. (Shahih Bukhari No. 1824) 
Tidak sampai disitu, dalam kitab Silsilah Ahadits Shahihah (Kumpulan hadis-hadis shahih), pada keterangan hadis No 1394, secara tegas disebutkan beberapa riwayat, dari Bilal bin Rabah radhiyallahu `anhu, beliau menceritakan,"Saya mendatangi Nabi shallallahu `alaihi wa sallam memberi tahu beliau untuk Salat Subuh. Ketika itu, beliau hendak puasa. Beliau minta dibawakan air dan beliau meminumnya. Kemudia beliau berikan sisanya kepadaku, dan akupun meminumnya. Kemudian beliau menuju masjid untuk salat." (Riwayat Ahmad). Jadi sudah tau sekarang, boleh makan ga? (Boleh banget)
Berarti imsak itu kebohongan? Terlepas dari definisi waktu imsak yang dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Pengumuman dan pencantuman waktu imsak diselebaran bukannya tanpa alasan dan tetap ada gunanya. Waktu imsak seringkali digunakan oleh takmir masjid sebagai peringatan segera berakhirnya waktu sahur dan dimulainya berpuasa, biasanya diumumkan 10-15menit sebelum masuk waktu subuh. Oleh karena itu, hukum makan dan minum setelah imsak masih diperbolehkan asal belum masuk waktu subuh ya (hihi). Yah, mungkin bahasa kerennya “pemanasan” atau “stretching”. Selain itu, kita harus bisa atur strategi. Kalau tidak ada kegiatan yang bermanfaat atau daripada begadang menunggu bola lewat lebih baik tidur diawal waktu biar tidak kesiangan dan kegiatan sahur bisa dijalani dengan lebih maksimal. Luruskan niat, jalani Ramadhan dengan penuh semangat (NS)


Dugderan: Romantisme Jelang Ramadhan

Salah satu pedagang gerabah yang ikut memeriahkan
dugderan. (Foto: Harsem/Cun Yahya, dari
http://hariansemarangbanget.blogspot.com/
2012/06/pedagang-dugderan-mulai-berdatangan.html)
Banyak orang berlalu lalang memenuhi Pasar Johar siang itu. Pasar tak hanya dipenuhi oleh ibu-ibu seperti hari-hari biasa. Hari itu, hari terakhir Bulan Sya’ban. Esok hari Ramadhan tiba. Semua keluarga berkumpul disana. Dugderan, mereka menyebutnya.

Seorang anak kecil berumur 10 tahun terhimpit banyak orang di gendongan ayahnya. Kedua tangannya ia kalungkan di leher ayahnya. Tepat di depannya perempuan berumur 30 an berjalan melawan kerumunan orang-orang mencarikan jalan untuk mereka.

Dolanane Bu, dolanane.” Teriak salah satu pedagang. Setiap dugderan, pedagang-pedagang berjualan barang-barang terbuat dari tanah liat yang dicat berwarna-warni sehingga terlihat lebih menarik. Barang-barang dari tanah liat ini dibentuk menjadi piring, teko, gelas, dll dalam ukuran kecil. Oleh karena itu, biasanya orang-orang membeli barang-barang tersebut untuk anak-anak mereka sebagai sarana bermain. Satu keluarga tadi pun tergiur untuk mampir di tempat barang-barang unik tersebut.

Sebuah Tradisi Jelang Ramadhan
Dugderan telah menjadi tradisi menjelang Bulan Ramadhan di Kota Semarang. Kegiatan ini berpusat di Pasar Johar. Di hari dugderan, Pasar Johar sangat penuh oleh orang-orang. Selain untuk berbelanja, meraka juga berniat untuk menyambut meriah Bulan Ramadhan yang akan datang keesokan harinya. Tak heran jika dugderan menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Kota Semarang apabila bulan suci Ramadhan akan segera tiba.

Sebuah Romantisme
Arena pasar Dugderan seperti biasanya diramaikan arena permainan anak-anak seperti komedi putar, tong setan hingga hiburan pasar malam. Keramaian pasar rakyat ini akan berakhir pada puncak tradisi Dugderan satu hari menjelang 1 Ramadhan yang ditandai dengan arak-arakan dugderan yang dimulai dari halaman Kantor Walikota menuju Masjid Kauman Semarang


Tidak hanya sebagai sebuah tradisi, dugderan menjadi sebuah romantisme tersendiri. Saat dugderan, banyak anggota keluarga yang pergi ke Pasar Johar dengan membawa semua anggota keluarganya. Hampir sebagian besar masyarakat Kota Semarang pun berkumpul jadi satu pada hari itu. Tujuan mereka sama, meyambut datangnya bulan suci Ramadhan bersama orang-orang yang mereka cintai.

Begitulah Dugderan menghadirkan gegap gempita, bukan hanya dimaknai sebagai sebuah tradisi, tetapi menjadi kebahagiaan akan datangnya bulan yang mulia: Bulan suci Ramadhan. Selamat berlomba-lomba dalam kebaikan.

(Ditulis oleh Devi Setianingsih dalam Pelatihan Jurnalistik Internal Media Komunikasi dan Informasi BPPI, 24-25 Juni 2014. @devi_setia20)